30/06/12

Sca Le, Otak Transparan Buatan Ilmuwan Jepang


DuniaQ Duniamu





Ilmuwan Jepang berhasil menciptakan otak transparan.
Dengan menggunakan larutan bernama Sca le, ilmuwan itu megubah otak
putih tikus yang semula berwarna keruh menjadi sebening kristal. Otak
transparan yang diciptakan bisa membantu ilmuwan melihat penanda fluorescent
yang disisipkan pada tikus putih. Medical imaging memasuki era baru dengan
penciptaan otak transparan ini.





"Penelitian kami saat ini memang fokus pada otak tikus, namun
aplikasinya tak terbatas pada tikus maupun otak," kata Atsushi
Miyawaki, peneliti RIKEN Brain Institute Jepang yang menciptakan otak transparan
ini. "Kami bisa mengembangkan pemakaian Sca le untuk organ lain seperti
jantung, otot dan ginjal serta pada jaringan dari primata dan sampel biopsi
manusia," lanjut Miyawaki seperti dikutip National Geographic.





Sca le merupakan larutan yang terbuat dari bahan
yang relatif sederhana. Komposisinya adalah urea (senyawa utama pada urin),
gliserol (senyawa yang juga terdapat pada sabun) dan deterjen yang disebut
Triton X. Untuk membuat otak transparan, organ otak direndam selama 2 minggu
dalam larutan ini.





Tak seperti larutan lain yang juga digunakan untuk membantu melihat
otak, Sca le tak menghilangkan penanda fluorescent. Selama ini, penanda
fluorescent dipakai untuk membantu fluorescent imaging. Teknik
fluorescent imaging sendiri digunakan untuk memetakan arsitektur otak, mulai
jaringan saraf, pembuluh darah dan struktur lain.





Otak transparan yang diciptakan bisa membantu pemetaan arsitektur otak.
Lebih luasnya, organ transparan bisa membantu pencitraan awal sebelum
melakukan pencitraan yang lebih mahal seperti CT Scan dan MRI. Aplikasi untuk
penanganan penyakit, dokter bisa menganalisa apakah perawatan yang diberikan
benar-benar berdampak pada organ target. Ini hal yang belum bisa dilakukan
sebelumnya dalam dunia medis.





Meski banyak manfaatnya, larutan Sca le tidak akan digunakan segera
secara luas. Miyawaki mengatakan, Sca le saat ini masih terlalu toksik
untuk digunakan. "Saat ini kami sedang mencari kandidat reagen lain yang
memungkinkan kita mempelajari jaringan hidup dengan cara yang sama dengan
transparansi yang lebih rendah," jelas Miyawaki. Penemuan Miyawaki
dipublikasikan di Jurnal Nature Neuroscience.